Mengapa Gen Z Merasa Tua di Usia 20-an? Ini Fakta & Tips Berdasarkan Riset
![]() |
Gen Z Merasa Tua Di Usia 20-an |
Kupang, Gen Z - Pernah nggak sih, umur baru 22 tapi rasanya badan udah kayak umur 40? Tenang, kamu nggak sendirian. Fenomena ini ternyata dialami banyak Gen Z di seluruh dunia.
Sebuah riset dari University of Oxford menemukan bahwa rata-rata Gen Z sudah mulai merasa “tua” di usia 22 tahun, sementara para Millennial baru mulai merasakannya di usia 35 tahun. Bayangin aja, beda 13 tahun!
Dan ya, kalau Millennial umur 35 masih merasa muda, itu mungkin karena mereka sedang menikmati “remaja kedua” — lengkap dengan hobi baru, outfit nostalgia 90-an, dan playlist lagu masa SMA.
Fenomena ‘Pikun Muda’ ala Gen Z
Di media sosial, banyak anak muda Gen Z bercanda soal “pikun di umur 21” atau “sakit pinggang di umur 22” — tapi di balik kelucuan itu, ada fenomena serius. Para peneliti menyebutnya sebagai krisis identitas usia muda (quarter-life crisis versi kilat), yaitu perasaan kehilangan arah, lelah mental, dan merasa “terlalu tua” padahal masih di awal 20-an.
Perbedaan generasi sangat berperan di sini. Generasi yang tumbuh tanpa internet (seperti Gen X atau awal Millennial) cenderung mengalami perubahan hidup lebih bertahap. Sementara Gen Z tumbuh di era digital yang serba cepat, penuh notifikasi, dan dibanjiri standar hidup yang kadang tak realistis dari media sosial.
Menurut laporan Ypulse tahun terbaru, sekitar 75% Gen Z mengaku merasa lebih tua dari usia mereka. Studi internasional lain juga menemukan bahwa tingkat stres kronis pada Gen Z mulai muncul di usia 18–24 tahun — jauh lebih awal dibandingkan Millennial yang rata-rata mulai mengalaminya di usia 30-an.
Penyebab Gen Z Merasa Tua Sebelum Waktunya
Berikut ini beberapa penyebab Gen Z merasa Tua Sebelum Waktunya:
Paparan Global yang Terlalu Dini
Generasi Z tumbuh di era informasi tanpa batas. Sejak usia SD, mereka sudah terbiasa mengakses berita global, isu perubahan iklim, konflik politik, hingga krisis ekonomi. Akses dini ini memang membuat mereka lebih melek informasi, tapi di sisi lain menambah beban mental. Ketika anak-anak generasi sebelumnya sibuk main di luar rumah, Gen Z justru harus mencerna topik-topik dewasa sebelum waktunya.
Tekanan Finansial & Karier
Kehidupan finansial bagi Gen Z terasa seperti lomba lari maraton tanpa garis akhir. Lonjakan harga properti, biaya hidup yang naik jauh lebih cepat dari gaji, serta persaingan kerja yang semakin ketat membuat banyak anak muda merasa “tua” karena harus memikirkan stabilitas finansial sejak dini.
Media Sosial dan Perbandingan Tak Berujung
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) jadi momok tersendiri. Media sosial memajang pencapaian orang lain tanpa henti — liburan mewah, karier sukses, pernikahan bahagia — yang secara tidak langsung memicu rasa minder. Perbandingan hidup ini membuat mereka merasa ketinggalan, meski usia sebenarnya masih sangat muda.
Nostalgia Dini
Aneh tapi nyata, banyak Gen Z yang sudah merindukan “masa lalu” seperti musik 2000-an, kartun lawas, atau tren fesyen Y2K. Padahal, sebagian dari mereka bahkan belum lahir atau masih balita di era tersebut. Fenomena nostalgia dini ini menunjukkan adanya rasa ingin kembali ke masa yang dianggap lebih “ringan” dan bebas dari tekanan.
Krisis Identitas Psikologis
Menurut teori Erik Erikson, masa remaja hingga awal 20-an adalah tahap Identity vs Role Confusion, di mana individu mencari jati diri. Namun, kecepatan arus informasi dan tuntutan sosial membuat proses ini jadi lebih rumit. Psikolog Reti Oktania mengatakan, “Ketika identitas belum stabil tapi tuntutan peran sudah datang bertubi-tubi, burnout mental lebih mudah terjadi.”
Data Gaya Hidup
Penelitian gaya hidup menunjukkan adanya keterkaitan antara kesehatan fisik dan mental. Sebanyak 35% milenial rutin berolahraga, sedangkan Gen Z hanya 22%. Aktivitas fisik yang rendah bisa berkontribusi pada stres, kecemasan, dan perasaan “menua” secara mental.
Dampak Krisis Identitas Jika Dibiarkan
Krisis identitas di usia muda bukan sekadar “fase bingung” yang akan hilang sendiri. Jika dibiarkan tanpa penanganan, efeknya bisa meluas dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan:
Burnout lebih cepat — rasa lelah fisik dan mental muncul bahkan sebelum karier benar-benar matang, membuat produktivitas merosot.
Hubungan sosial terganggu — kesulitan memahami diri sendiri sering berujung pada sulitnya membangun atau mempertahankan hubungan yang sehat.
Merasa hampa & kehilangan motivasi — tujuan hidup terasa kabur, sehingga semangat untuk mencoba hal baru pun memudar.
Cara Mengatasi Rasa ‘Tua’ di Usia Muda
Nah berikut ini cara mengatasi rasa "tua" di usia muda yang bisa gen z coba.
Terapkan “6 Keranjang Identitas” ala Susan Harter
Psikolog perkembangan Susan Harter memperkenalkan konsep “6 Keranjang Identitas” yang membantu seseorang menjaga keseimbangan dalam hidup. Ibarat keranjang, setiap aspek ini perlu diisi secara proporsional agar tidak ada satu bidang yang terlalu dominan atau kosong. Jika satu keranjang bermasalah, yang lain masih bisa menopang rasa percaya diri.
Keranjang Identitas | Contoh Nyata |
---|---|
Akademik / Karier | Prestasi kuliah, pekerjaan, atau bisnis sampingan. |
Sosial | Relasi pertemanan, interaksi di komunitas. |
Keluarga | Keharmonisan dengan orang tua, saudara, atau pasangan. |
Hobi / Kreativitas | Melukis, musik, menulis, atau fotografi. |
Kesehatan | Olahraga, menjaga pola makan, istirahat cukup. |
Spiritual / Nilai Hidup | Praktik ibadah, meditasi, atau kegiatan sosial. |
Batasi Perbandingan di Media Sosial
Perbandingan sosial yang terus-menerus bisa memicu rasa tidak puas dan memperburuk krisis identitas. Cobalah melakukan digital detox mingguan, berhenti mengikuti akun yang membuat minder, dan ikuti akun-akun inspiratif yang memotivasi.
Perluas Pengalaman
Ikut komunitas, menjadi relawan (volunteer), atau mempelajari keterampilan baru dapat membuka perspektif hidup yang lebih luas dan meningkatkan rasa percaya diri.
Jaga Kesehatan Fisik & Mental
Olahraga teratur, tidur cukup, dan praktik meditasi dapat membantu menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran, sehingga lebih siap menghadapi tekanan hidup di era modern.
Kesimpulan
Gen Z memang hidup lebih cepat—dibesarkan di arus informasi, target tinggi, dan sorotan media sosial—namun selalu ada pilihan untuk hidup lebih dalam. Kedalaman hadir saat kita memperlambat langkah, mengenali diri, menata prioritas, dan mengisi “keranjang identitas” secara seimbang.
Gunakan masa 20-an sebagai fase eksplorasi, bukan perlombaan tanpa garis akhir. Coba, gagal, belajar, ulangi. Jaga tubuh, atur pajanan digital, kembangkan hobi, dan bangun koneksi nyata. Dengan begitu, rasa “tua sebelum waktunya” bergeser menjadi rasa matang: lebih tenang, fokus, dan punya arah.
CTA Interaktif
Pernah merasa tua sebelum waktunya? Ceritakan pengalaman dan pendapat kamu di kolom komentar!
Bagikan artikel ini ke teman-teman yang mungkin merasakannya juga, dan jangan lupa follow media sosial kami untuk konten inspiratif lainnya.
Post a Comment