“Heboh! Ahmad Sahroni Setuju Polisi Tangkap Pendemo Anarkis, Biarpun Masih di Bawah Umur”

Table of Contents
Ahmad Sahroni Setuju Polisi Tangkap Pendemo Anarkis, Biarpun Masih di Bawah Umur
Ahmad Sahroni Setuju Polisi Tangkap Pendemo Anarkis, Biarpun Masih di Bawah Umur. (Dok, DPR)

Jakarta – Pernyataan Ahmad Sahroni bikin jagat politik gempar! Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu tanpa ragu mendukung langkah polisi yang menangkap para pendemo anarkis di depan Gedung DPR, meski banyak di antaranya masih anak sekolah.

Ucapan blak-blakan ini sontak jadi bahan perbincangan nasional, membuat publik terperangah dan media sosial langsung meledak dengan berbagai reaksi.

Latar Belakang Aksi Demo 25 Agustus 2025 Di Depan Gedung DPR RI

Aksi besar-besaran pecah di depan Gedung DPR RI, Senin, 25 Agustus 2025. Ribuan massa, mulai dari mahasiswa, pelajar STM, hingga masyarakat umum, tumpah ruah menolak rencana kenaikan tunjangan fantastis anggota DPR yang disebut bisa mencapai Rp50 juta per bulan.

Situasi yang awalnya berjalan damai berubah jadi lautan amarah. Suara orasi menggelegar, spanduk bertuliskan “Bubarkan DPR!” berkibar, hingga akhirnya bentrokan pecah. Batu beterbangan, kaca jendela retak, dan api sempat menyala di sekitar kompleks parlemen.

Polisi yang berjaga pun bergerak cepat. Gas air mata ditembakkan, massa dikejar-kejar, dan ratusan orang langsung diamankan. Suasana Jakarta sore itu mendadak mencekam bak adegan film aksi – jeritan, tangisan, hingga suara sirene bercampur menjadi satu.

Pernyataan Kontroversial Ahmad Sahroni

Di tengah memanasnya situasi demo DPR, Ahmad Sahroni muncul dengan pernyataan yang langsung bikin publik terbelalak. Wakil Ketua Komisi III DPR itu tanpa tedeng aling-aling mendukung polisi untuk menindak tegas para pendemo anarkis, meski mereka masih anak sekolah atau di bawah umur.

Dengan nada keras, Sahroni berkata:

“Saya dukung Polda Metro menangkap mereka-mereka yang anarkis, sekalipun di bawah umur. Itu bayangin, di bawah umur aja begitu brengseknya bersikap. Ini nggak bisa dibiarkan.”

Tak berhenti di situ, ia juga melontarkan ucapan yang lebih menusuk dengan menyebut massa aksi sebagai “tolol sedunia”. Kalimat ini sontak jadi bahan bakar baru di media sosial, memicu gelombang protes dan hujatan netizen.

Bagi sebagian pihak, pernyataan Sahroni dianggap bentuk keberanian seorang wakil rakyat yang tegas melawan aksi anarkis. Namun, bagi yang lain, ucapan itu dianggap kejam, arogan, dan tidak pantas keluar dari mulut pejabat negara.

Data Penangkapan & Fakta di Lapangan

Pasca kericuhan di depan Gedung DPR pada 25 Agustus 2025, polisi bergerak cepat melakukan penangkapan massal. Data LBH Jakarta mencatat sekitar 400 orang ditangkap, dan yang bikin publik tercengang, hampir setengahnya adalah anak-anak sekolah alias masih di bawah umur.

Banyak video amatir beredar di TikTok dan Twitter, memperlihatkan pelajar STM berlarian dikejar aparat, ada yang terjatuh, bahkan beberapa terlihat terseret saat diamankan. LBH juga melaporkan adanya luka-luka di tubuh anak-anak yang ditahan, mulai dari memar, sobekan baju, hingga wajah lebam.

Sementara itu, pihak kepolisian berdalih tindakan tegas harus dilakukan karena massa sudah bertindak anarkis, melempari aparat, merusak fasilitas umum, hingga mencoba menerobos barikade DPR. Polisi menyebut, “Tidak ada toleransi bagi aksi kekerasan, siapapun pelakunya.”

Kenyataan di lapangan ini makin memperuncing perdebatan:

  • Apakah anak sekolah yang turun ke jalan benar-benar paham tuntutan demo, atau hanya terbawa arus?
  • Apakah aparat sudah melanggar HAM, atau justru menjaga keamanan negara dari chaos?

Gelombang Reaksi

Ledakan pernyataan Ahmad Sahroni ditambah ratusan pelajar yang ikut ditangkap langsung bikin publik meledak di dunia nyata maupun dunia maya.

Netizen Terbelah Dua

  • Kubu pro: mendukung ketegasan aparat, menyebut kalau demo sudah anarkis maka anak-anak pun harus ditindak. Mereka menilai langkah polisi dan dukungan Sahroni sebagai bentuk keberanian “tanpa kompromi”.
  • Kubu kontra: mengecam keras. Mereka menilai aparat brutal terhadap anak bangsa, dan ucapan Sahroni justru memperkeruh keadaan. Banyak yang menyebut pejabat seharusnya jadi pelindung rakyat, bukan justru menghujat pelajar dengan kata kasar.

Tagar Viral di TikTok & Twitter

Media sosial mendadak jadi “medan perang opini”. Sejumlah tagar melejit jadi trending, di antaranya:

#DemoDPR2025

#200PelajarDitangkap

#SahroniDukungPolisi

#AnakSTMikutDemo

#BubarkanDPR

Video pelajar STM berlarian dikejar aparat, gas air mata mengepul, hingga orasi “Bubarkan DPR!” berulang kali muncul di beranda TikTok dan X. Netizen menyebut momen ini sebagai “drama politik paling panas 2025”.

Tokoh & Aktivis Angkat Bicara

Sejumlah LSM dan aktivis HAM menuding aparat melakukan pelanggaran hak anak. Sementara sebagian politikus lain memilih bungkam, tak ingin terseret pusaran kontroversi Sahroni.

Dampak Politik

Kontroversi ini ternyata tidak berhenti di jalanan dan media sosial saja. Karier politik Ahmad Sahroni ikut terguncang hebat akibat pernyataannya yang dianggap terlalu kasar.

Hanya empat hari setelah demo ricuh, tepatnya pada 29 Agustus 2025, Partai NasDem secara resmi mengumumkan rotasi jabatan di DPR. Ahmad Sahroni yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR RI (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) mendadak dicopot, lalu dipindahkan menjadi anggota Komisi I DPR (Bidang Pertahanan dan Luar Negeri).

Pihak NasDem beralasan, rotasi ini adalah hal biasa demi penyegaran organisasi. Namun, publik menilai langkah tersebut tak lepas dari gejolak besar akibat pernyataan Sahroni. Banyak yang berspekulasi bahwa ucapannya yang menyebut anak-anak pendemo sebagai “brengsek” hingga “tolol sedunia” adalah bom politik yang mencoreng wajah partai.

Di mata masyarakat, pencopotan itu dianggap sebagai hukuman politik terselubung, meski partai mencoba menutupinya dengan bahasa manis. Reputasi Sahroni pun ikut goyah, meski namanya makin viral dan banyak diperbincangkan.

Analisis Demo 25 Agustus 2025 Di depan Gedung DPR RI

Pernyataan Ahmad Sahroni soal pendemo anarkis bukan sekadar komentar biasa—ia meledak bak petir di siang bolong. Dalam hitungan jam, ucapannya menjelma jadi pusaran kontroversi yang menyeret nama DPR, polisi, bahkan partainya sendiri.

Di satu sisi, Sahroni dianggap sebagai “juru bicara ketegasan” yang berani mendukung polisi tanpa pandang bulu. Ia tampil layaknya ksatria yang memilih berpihak pada keamanan negara, meski harus mengorbankan simpati publik.

Namun di sisi lain, kalimatnya yang menyebut pendemo anak sekolah sebagai “brengsek” hingga “tolol sedunia” menempatkannya sebagai “musuh bersama” bagi aktivis HAM, pelajar, dan warganet. Narasi ini menciptakan gambaran bahwa ada jurang lebar antara wakil rakyat dan suara rakyat kecil.

Media sosial pun memperbesar drama ini. Setiap potongan kata, setiap video demo, hingga setiap komentar Sahroni dibakar menjadi bahan perdebatan sengit. Netizen seakan-akan berada di arena gladiator digital, terbelah antara mendukung dan membenci.

Tak heran jika akhirnya, kontroversi ini disebut sebagai salah satu episode politik paling panas tahun 2025—di mana seorang pejabat bisa naik ke puncak trending hanya karena beberapa patah kata yang meledak seperti bom waktu.

Penutup

Kontroversi Ahmad Sahroni adalah cermin betapa tajamnya perbedaan pandangan di negeri ini. Antara ketegasan menjaga keamanan dan kepekaan melindungi masa depan anak bangsa, publik kini dipaksa memilih sisi.

Pertanyaan besar pun menggantung di udara:

  • 👉 Apakah langkah tegas aparat yang didukung Sahroni benar-benar demi hukum dan ketertiban?
  • 👉 Ataukah justru ini bentuk penindasan terhadap generasi muda yang seharusnya dilindungi?

Satu hal yang pasti, ucapan blak-blakan Sahroni sudah terlanjur menggelegar dan meninggalkan jejak dalam sejarah politik 2025. Kini, bola panas ada di tangan masyarakat: apakah akan terus diam, atau bersuara lebih lantang?

📢 Bagikan artikel ini, dan tulis pendapatmu di kolom komentar: di sisi mana kamu berdiri?


Source: suara.com

Kupang Digital
Kupang Digital Blog Kupang Digital - East Nusa Tenggara

Post a Comment