Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Resmi Jadi Tersangka Penghasutan Aksi Anarkis DPR 25–29 Agustus 2025!

Table of Contents
Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Resmi Jadi Tersangka Penghasutan Aksi Anarkis DPR 25–29 Agustus 2025!
Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Resmi Jadi Tersangka Penghasutan Aksi Anarkis DPR 25–29 Agustus 2025!

Jakarta — Polda Metro Jaya resmi menetapkan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan aksi anarkis yang terjadi pada 25–29 Agustus 2025.

Penetapan status ini memicu perhatian publik, mengingat Lokataru selama ini dikenal sebagai lembaga advokasi hukum dan hak asasi manusia.

Polisi menyebut, penetapan tersangka dilakukan setelah rangkaian penyelidikan digital terhadap sejumlah akun media sosial yang diduga menyebarkan ajakan aksi.

Salah satunya adalah akun yang dikaitkan dengan Delpedro, yang menurut kepolisian ikut memobilisasi massa — termasuk pelajar dan anak sekolah — untuk hadir dalam aksi di sekitar kompleks DPR-MPR.

Penangkapan dilakukan pada 1 September 2025 malam di kantor Lokataru, Jakarta. Selain Delpedro, lima orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni MS, SH, KA, RAP, dan FG.

Polisi mengklaim bahwa seluruh proses penetapan tersangka sudah sesuai prosedur hukum berdasarkan UU ITE dan bukti digital yang diperoleh dari hasil forensik.

Latar Belakang Kasus Delpedro Diduga Penghasut Aksi Anarkis 25–29 Agustus 2025

Kasus ini berawal dari meningkatnya tensi politik menjelang akhir Agustus 2025, ketika beredar luas ajakan aksi massa di sekitar kompleks DPR-MPR Jakarta.

Ajakan tersebut disebarkan melalui berbagai kanal media sosial, terutama Instagram dan sejumlah akun komunitas pelajar.

Menurut penyelidikan Polda Metro Jaya, ajakan itu bukan sekadar seruan untuk menyampaikan pendapat secara damai, melainkan mengandung unsur dorongan aksi anarkis.

Beberapa unggahan bahkan diduga mengarahkan pelajar dan anak sekolah untuk terlibat langsung dalam demonstrasi.

Dalam hasil investigasi digital, polisi menemukan sedikitnya enam akun media sosial yang dinilai aktif menyebarkan narasi provokatif.

Salah satunya dikaitkan langsung dengan Delpedro Marhaen, yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lokataru Foundation.

Situasi mencapai puncaknya pada 25–29 Agustus 2025, ketika aksi besar-besaran benar-benar berlangsung.

Data kepolisian mencatat, sebanyak 202 pelajar, 26 mahasiswa, dan 109 warga sipil ikut hadir karena diduga terpengaruh narasi dari akun-akun tersebut.

Aksi ini berujung pada bentrokan di lapangan dan dipandang sebagai bukti awal adanya unsur penghasutan.

Bukti yang Dipaparkan Polisi Terkait Delpedro dalam Kasus Penghasutan Aksi Anarkis 25–29 Agustus 2025

1. Akun Media Sosial yang Diduga Menghasut

Polda Metro Jaya menyebut hasil penyelidikan digital menemukan akun Instagram yang dikelola atau terhubung dengan Delpedro Marhaen.

Akun ini diduga menyebarkan narasi ajakan agar massa, termasuk pelajar dan anak sekolah, datang ke kompleks DPR-MPR.

Polisi menegaskan bahwa konten yang diunggah bukan ajakan damai, melainkan diduga mengarahkan ke bentuk aksi anarkis, bahkan terkait dengan akun lain yang mengajarkan pembuatan bom molotov.

2. Jumlah Massa yang Diduga Terhasut

Dalam jumpa pers, polisi merinci bahwa 202 pelajar, 26 mahasiswa, dan 109 warga sipil hadir di lokasi aksi.

Mereka disebut sebagai pihak yang “termakan” narasi ajakan dari akun-akun tersangka, termasuk akun yang dikaitkan dengan Delpedro.

3. Penetapan Status Tersangka

Dari hasil analisis forensik digital sejak 25 Agustus 2025, polisi menyatakan menemukan bukti cukup untuk menetapkan Delpedro sebagai tersangka.

Status ini sudah resmi sebelum penangkapan dilakukan.

4. Keterkaitan dengan Jaringan Ekstrem

Polisi mengaitkan aktivitas akun yang terhubung dengan Delpedro ke jaringan komunitas digital bernama “Blok Politik Pelajar (BPP)”, yang menurut kepolisian sering menyebarkan konten ekstrem. Delpedro disebut sebagai salah satu admin yang aktif dalam distribusi ajakan.

5. Legitimasi Hukum dan Pasal yang Diterapkan

Kepolisian menegaskan bahwa bukti digital yang dimiliki menguatkan penerapan UU ITE dan KUHP Pasal Penghasutan. Hal ini dijadikan dasar hukum dalam penetapan Delpedro sebagai tersangka.

Kronologi Penangkapan Delpedro Marhaen pada 1 September 2025

1. Penyelidikan Sejak 25 Agustus 2025

Setelah aksi unjuk rasa di sekitar DPR-MPR berlangsung pada 25–29 Agustus 2025, polisi mulai melakukan penyelidikan intensif terhadap akun-akun media sosial yang dianggap berperan dalam menyebarkan ajakan aksi.

Delpedro Marhaen disebut sebagai salah satu admin dari akun yang terpantau aktif mengajak pelajar dan masyarakat untuk turun ke jalan.

2. Penetapan Status Tersangka

Dari hasil analisis digital forensik, Delpedro resmi ditetapkan sebagai tersangka sebelum penangkapan dilakukan.

Polda Metro Jaya menegaskan status ini sudah final pada akhir Agustus 2025, sehingga langkah penangkapan bukan sekadar pemanggilan awal, melainkan tindak lanjut dari proses hukum.

3. Malam Penangkapan di Kantor Lokataru

Pada 1 September 2025 sekitar pukul 22.45 WIB, tim dari Polda Metro Jaya mendatangi kantor Lokataru Foundation di Jakarta.

Delpedro ditangkap bersama sejumlah barang bukti elektronik yang langsung diamankan untuk kebutuhan penyidikan.

4. Penangkapan Bersama Lima Tersangka Lain

Dalam operasi tersebut, polisi juga menegaskan bahwa ada lima orang lainnya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni MS, SH, KA, RAP, dan FG.

Kesemuanya disebut memiliki keterlibatan dalam penyebaran ajakan aksi anarkis melalui berbagai akun media sosial.

5. Reaksi Awal Setelah Penangkapan

Penangkapan ini langsung menuai sorotan publik karena Delpedro dikenal sebagai Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, sebuah lembaga yang aktif mengadvokasi kasus-kasus korupsi dan pelanggaran HAM.

Beberapa organisasi masyarakat sipil menilai penetapan tersangka perlu diawasi ketat agar tidak menimbulkan kesan kriminalisasi aktivis.

Reaksi Publik dan Penilaian Eksternal terhadap Penetapan Delpedro sebagai Tersangka Penghasutan

1. Pandangan Indonesia Police Watch (IPW)

IPW menilai langkah kepolisian menetapkan Delpedro Marhaen sebagai tersangka didasarkan pada bukti digital yang cukup kuat, sesuai ketentuan UU ITE.

Namun, IPW mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan, sehingga publik bisa melihat apakah penetapan itu benar-benar murni karena unsur pidana, bukan tekanan politik.

2. Kekhawatiran Kriminalisasi Aktivis

Sejumlah LSM dan jaringan masyarakat sipil mengkhawatirkan kasus ini berpotensi menjadi preseden buruk.

Mereka menilai, mengingat Delpedro adalah Direktur Eksekutif Lokataru Foundation yang kerap membongkar kasus korupsi dan pelanggaran HAM, penetapan tersangka bisa menimbulkan kesan sebagai upaya membungkam kritik.

3. Dukungan untuk Proses Hukum yang Adil

Beberapa pihak menekankan bahwa bila memang ada bukti kuat, proses hukum tetap harus berjalan.

Bamun, kepolisian juga harus menjamin hak-hak hukum Delpedro, termasuk akses terhadap penasihat hukum, kesempatan pembelaan, dan proses pengadilan terbuka.

4. Suara Publik di Media Sosial

Di media sosial, reaksi masyarakat terbelah. Sebagian menilai langkah polisi tepat karena aksi anarkis pada 25–29 Agustus 2025 telah melibatkan pelajar dan mengancam ketertiban umum.

Namun, sebagian lainnya curiga penetapan tersangka terhadap Delpedro adalah bagian dari represi politik terhadap suara kritis.

Kesimpulan & Implikasi Kasus Delpedro bagi Isu HAM dan Demokrasi di Indonesia

Kasus penetapan Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, sebagai tersangka penghasutan aksi anarkis pada 25–29 Agustus 2025, menjadi sorotan publik nasional.

Di satu sisi, polisi menyatakan penetapan ini sudah didasarkan pada bukti digital yang kuat dan sesuai dengan ketentuan hukum, termasuk UU ITE serta pasal-pasal penghasutan dalam KUHP.

Namun di sisi lain, status Delpedro sebagai pemimpin lembaga yang aktif membongkar kasus korupsi dan pelanggaran HAM menimbulkan kekhawatiran akan adanya potensi kriminalisasi aktivis.

Reaksi publik pun terbelah antara mendukung langkah tegas kepolisian atau mempertanyakan transparansi proses hukum.

Implikasi dari kasus ini tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga menyangkut iklim demokrasi di Indonesia.

Jika proses hukum berjalan terbuka dan adil, kasus ini dapat menjadi preseden baik dalam menindak ajakan anarkis di ruang digital.

Sebaliknya, bila ditemukan indikasi pelanggaran prosedur atau kriminalisasi, maka kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum bisa semakin menurun.

Oleh karena itu, kasus Delpedro menjadi uji konsistensi bagi kepolisian dalam menegakkan hukum secara objektif sekaligus menjadi cermin kebebasan sipil di Indonesia.

Perjalanan kasus ini ke depan akan menentukan apakah publik melihatnya sebagai penegakan hukum murni atau justru sebagai bentuk pembatasan kritik terhadap pemerintah dan institusi negara.

Kupang Digital
Kupang Digital Blog Kupang Digital - East Nusa Tenggara

Post a Comment