Bendera One Piece Berdampingan dengan Merah Putih: Simbol Pop atau Sindiran Sosial?

Table of Contents
pengibaran bendera bajak laut topi jerami
Pengibaran Bendera Bajak Laut "Topi Jerami". Sumber: @Machu 

Kupang, Agustus 2025 — Dunia maya kembali dibuat heboh dengan kemunculan foto dan video pengibaran bendera bajak laut “Topi Jerami” dari anime One Piece yang dikibarkan berdampingan dengan Sang Saka Merah Putih di berbagai daerah menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia. Fenomena ini menimbulkan perdebatan sengit antara ekspresi kebudayaan dan etika bernegara.

Apa yang Terjadi?

Sejumlah warganet ramai-ramai membagikan gambar dan video yang memperlihatkan bendera One Piece—dengan lambang tengkorak bertopi jerami—berkibar di tiang yang sama dengan bendera Merah Putih.

Banyak dari unggahan ini berasal dari akun warga di Jawa Timur, Sulawesi, dan beberapa wilayah di Pulau Jawa lainnya.

Yang paling menarik perhatian adalah unggahan dari seorang kreator bernama Machu, yang menampilkan seorang perempuan muda berjilbab merah memegang bendera bajak laut di halaman sebuah gedung bercorak institusi negara.

Ia juga mengenakan kaos bergambar jari tengah dengan latar belakang simbol tengkorak, lengkap dengan sindiran satire bertajuk "PANCAGILA".

Ekspresi Budaya Pop atau Kritik Sosial?

Simbol Jolly Roger Topi Jerami dari serial One Piece bukanlah sekadar logo fiktif. Ia telah menjadi ikon kebebasan, perjuangan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan bagi jutaan penggemar di seluruh dunia.

Di Indonesia, karakter Luffy dan kawan-kawan tak hanya dikenal, tetapi juga dicintai karena semangat anti-otoritarianisme yang mereka usung.

Pengibaran bendera ini bukan bentuk penghinaan terhadap negara, tapi representasi dari suara generasi muda yang ingin menyampaikan pesan secara damai,” ujar Rahmat Nurhadi, pengamat budaya populer dari Jakarta.

Banyak warga yang mengibarkan bendera ini menyebutnya sebagai tribute—penghormatan terhadap perjuangan dalam bentuk yang lebih kontemporer dan relevan dengan kondisi sosial hari ini.

Mengapa Ini Menjadi Viral?

Alasan viralnya fenomena ini tak lepas dari narasi yang menyertainya. Dalam caption yang menyertai foto viral, tertulis sindiran tajam terhadap institusi negara melalui plesetan Pancasila:

1. Keuangan Yang Maha Kuasa
2. Korupsi Yang Adil dan Merata
3. Persatuan Mafia Hukum Endonesa
4. Kekuasaan yang Dipimpin Oleh Nafsu Kebejatan
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat

Pernyataan tersebut dinilai sebagai bentuk satire tajam terhadap kondisi pemerintahan dan keadilan sosial di Indonesia.

Dalam waktu singkat, unggahan itu meraup lebih dari 170.000 like, 25.000 komentar, dan 20.000 kali dibagikan. Tagar seperti #OnePieceIndonesia, #BenderaTopiJerami, #MerahPutihVibes, #Pancagila pun mendominasi trending topic di media sosial, terutama Facebook dan X (Twitter).

Respons Publik: Pro, Kontra, dan Gaya Baru Nasionalisme

Di kolom komentar unggahan yang viral itu, pendapat publik terbagi dua. Ada yang menganggapnya sebagai sindiran cerdas dan lucu, ada pula yang merasa ini telah melangkahi batas kesopanan dalam menghormati simbol negara.

"Begitu sakit dan terbebani rakyatmu, Pak Presiden. Kalau rakyat makmur tentram, gak mungkin rakyatmu sampai mengubah lirik Pancasila," tulis seorang pengguna bernama Minull Minull. Komentarnya menuai lebih dari seratus like dan puluhan balasan.

Sementara itu, warganet lain menyatakan bahwa kreativitas ini adalah bentuk ekspresi bebas di era demokrasi, selama tidak menginjak simbol negara secara fisik atau menghina secara eksplisit.

Peringatan dari Pemerintah

Menanggapi fenomena ini, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan imbauan agar masyarakat tetap menghormati lambang-lambang negara. Pengibaran bendera nonresmi diperbolehkan di ruang privat atau dalam bentuk dekorasi, namun tidak disarankan berdampingan atau sejajar dengan bendera Merah Putih dalam acara resmi kenegaraan.

Budaya Pop sebagai Cermin Sosial

Menurut sosiolog Dian Paramita dari Universitas Negeri Yogyakarta, budaya populer hari ini tidak bisa dipisahkan dari dinamika sosial-politik. “Anak muda lebih terhubung dengan narasi Luffy yang melawan penindasan ketimbang jargon-jargon politik kosong,” ujarnya.

Fenomena ini mencerminkan krisis kepercayaan terhadap institusi, sekaligus kebutuhan akan saluran aspirasi yang lebih relevan dan ‘dekat’ dengan kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Apakah pengibaran bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih adalah bentuk ketidakhormatan, atau justru sinyal dari generasi baru yang ingin bicara lewat simbol yang mereka pahami? Jawabannya tergantung pada perspektif kita dalam membaca zaman.

Yang pasti, narasi nasionalisme kini tak lagi hanya milik simbol-simbol formal. Generasi digital mencari cara lain—lebih kreatif, lebih jujur, dan kadang satir—untuk menunjukkan bahwa mereka peduli. Mungkin inilah bentuk “nasionalisme era 5.0”, di mana budaya pop dan kritik sosial berjalan beriringan.

Kupang Digital
Kupang Digital Blog Kupang Digital - East Nusa Tenggara

Post a Comment